Review : It’s Kind of Funny Story (Hollywood Movies)

Image

info : http://adf.ly/AkuQS

 

 

Craig (Keir Gilchrist) seorang remaja yang depresi memutuskan untuk masuk dalam rumah sakit khusus orang-orang depresi dalam beberapa minggu, dia bosan dengan hidupnya yang terlihat tidak berguna dan tidak punya harapan. Awalnya ketika dia masuk ke rumah sakit itu dia langsung ingin keluar, namun tidak bisa, dia menyesal namun setelah beberapa hari dan bertemu dengan orang-orang yang menarik di dalamnya dia mulai merasakan sebuah arti dari hidup. Dia bertemu Bobby (Zach Galifianakis) yang kocak pada akhirnya menjadi sahabatnya, dimana bobby menjadi gambaran besar dalam diri Craig lalu dia bertemu dengan si cantik Noelle (Emma Roberts), yang juga mengubah pandangan hidup dan cinta dari diri Craig. Kebahagiaan dalam menemukan harapan untuk arti kehidupan bukan dimana kau berada atau siapa diri mu sebenarnya, tetapi dimana hati dan jiwa mu berada. Dan perkataan craig di akhir film sungguh membuat saya berkata wow …

Craig: Okay, I know you’re thinking, “What is this? Kid spends a few days in the hospital and all his problems are cured?” But I’m not. I know I’m not. I can tell this is just the beginning. I still need to face my homework, my school, my friends. My dad. But the difference between today and last Saturday is that for the first time in a while, I can look forward to the things I want to do in my life. Bike, eat, drink, talk. Ride the subway, read, read maps. Make maps, make art. Finish the Gates application. Tell my dad not to stress about it. Hug my mom. Kiss my little sister. Kiss my dad. Make out with Noelle. Make out with her more. Take her on a picnic. See a movie with her. See a movie with Aaron. Heck, see a movie with Nia. Have a party. Tell people my story. Volunteer at 3 North. Help people like Bobby. Like Muqtada. Like me. Draw more. Draw a person. Draw a naked person. Draw Noelle naked. Run, travel, swim, skip. Yeah, I know it’s lame, but, whatever. Skip anyway. Breathe……… ………………….….Live.

 

 

Review : RESTLESS (Hollywood Movies)

 Image

 

info : http://adf.ly/AkmKr

Film ini berkisah tentang Annabel Cotton (Mia Wasikowska) yang bertemu dengan Enoch Brae (Henry Hopper) di upacara kematian, 2 orang aneh ini bertemu dan memiliki sesuatu yang tersimpan didalam diri mereka. Mereka mulai menjadi teman karena suatu insiden Annabell menolong Enoch, pada akhirnya mereka berkencan walaupun Annabell telah memberitahu sesuatu yang ia tutupi pada Enoch namun terlihat tidak ada masalah. Awal nya Enoch hanya menganggap cinta dengan Annabell sebuah kisah menarik yang harus tetap dinikmati namun akhirnya dia sadar bahwa cinta nya pada Annabell sudah begitu besar, dia tidak sanggup untuk kehilangan Annabell. Annabell sosok gadis yang kuat dan tidak ingin terlihat lemah, dia ingin sesuatu yang berbeda dalam hidupnya. Sebuah kisah sedih namun tidak cengeng. Hidup dan kematian sama dengan kebahagiaan yang tumbuh dari sebuah harapan. Tidak ada perlu ditangisi, nikmatilah.

Enoch Brae: Do I know you?
Annabel Cotton: Does anybody here knows you?”

 

Dr. Lee: We did everything we could.
Enoch Brae: I mean what do you do here. Just watch people die, MAKE HER BETTER.”

 

 

 

HIGH RECOMMENDED

download movie : http://adf.ly/AkqAZ or http://adf.ly/AkqK7

download indo subtitle : http://adf.ly/AkqTB

Review : 50/50 (Hollywood Movies)

 

info : http://adf.ly/AkmKr

Cerita film ini mengenai Adam (Joseph Gordon-Levitt), seorang pria 27 tahun yang didiagnosis kanker. Pada awalnya dia bingung dan marah, dia hidup sehat, dia selalu berolahraga pagi dan tidak minum alkohol ataupun merokok. Namun, hidup tak berhenti disitu selama masih ada harapan. Jangan berpikir film ini menyuguhkan cerita cengeng, karena film lebih tepatnya mengajarkan kita sebuah perjuangan dala hidup yang tidak pantas untuk disia-siakan. Di tambah lagi nilai persahabatan sangat terasa dalam film ini, dimana sahabat Adam, Kyle (Seth Rogen) yang terlihat gila, kacau dan cuek menembunyikan sesuatu yang adam tidak ketahui, sesuatu yang sangat menyentuh, dan ada juga si calon dokter, Katherine (Anna Kendrick) yang menjadi tempat Adam untuk berkeluh kesah mengenai penyakitnya, and there something different on their relationship. Adam menunjukkan bahwa orang yang sakit kanker tidak perlu dikasihani, dia tidak ingin orang khawatir dan menganggap dia lemah, namun sikap Adam yang terlalu dingin membuat dia sulit bersosialiasi dengan orang-orang. Akhir dari film ini diluar dugaan, and Iove it so much.  Saat kehidupan dan kematian berbanding sama (50/50), akan tetap ada sebuah harapan.

Obrolan Adam dan Katherine yang menjadi favorit saya :

Adam: What were you doing when I called? Were you on facebook?
Katherine: You know… umm… stalking my ex-boyfriend actually isn’t the only thing I do in my free time.
Adam: I wish you were my girlfriend.
Katherine: Girlfriends can be nice. You just had a bad one.
Adam: I bet you’d be a good one.

Dan tentu ucapan yang dikatakan kyle pada Rachael (pacar/be ex)

Rachael: Why am I the bad guy?
Kyle: Because you’re his girlfriend, you cheated on him, and he has fucking cancer, you lunatic!

HIGH RECOMMENDED

download movie : http://adf.ly/Akn28

download indo subtitle : http://adf.ly/Akmwe

Senyum Karyamin

Analisis Cerpen Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari

 

 

 

Senyum Karyamin

Penulis : Ahmad Tohari

 

 

Senyum Karyamin adalah kumpulan cerpen Ahmad Tohari yang jelas-jelas mengangkat ketimpangan sosial yang disampaikan dengan nada mengkritik. Kritik terhadap masyarakat bawah kepada atasannya, rakyat terhadap pemerintah, bahkan berbagai kritik sosial dilontarkan dalam kumpulan cerpen ini.

 

 

Ahmad Tohari dalam Senyum Karyamin menyodorkan kenyataan sosial yang terjadi di lingkungan kita. Hal ini terjadi karena Tohari termasuk golongan yang peka terhadap permasalahan sosial yang berkembang di lingkungannya. Kenyataan tersebut disodorkan agar golongan atasnya mengadakan perubahan. Cerpen “Senyum Karyamin” misalnya, menggambarkan potret kehidupan orang desa yang sengsara, menderita, dan selalu tabah. Untuk menyambung hidup, mereka selalu “gali lobang tutup lobang” tanpa mempetimbangkan akibat sikapnya itu. Yang penting, hari ini dapat hidup. Perhatikan kutipan berikut.

 

“Denging dalam telinganya terdengar semakin nyaring. Kunang-kunang di matanya pun semakin banyak. Maka Karyamin sungguh-sungguh berhenti dan termangu .Dibayangkan istrinya yang selalu sakit harus menghadap dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari ini,hari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya.”

 

Pemaparan di atas menggambarkan tiga kehidupan, yaitu buruh, tengkulak, dan bank harian. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai mata rantai yang hampir dialami oleh orang-orang  lapiasan bawah pedesaan. Buruh selalu menguntungkan para tuannya. Buruh sebagai pihak yang selalu mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selalu menguntungkan para tengkulak. Selain itu, bank harian yang membungkus namanya sebagai koperasi pun turut andil dalam merusak tatanan kehidupan perekonomian orang-orang desa yang serba kekurangan.

 

Kenyataan di atas, disadari ataupun tidak , pengarang sebenarnya menyodorkan kenyataan sosial dengan harapan pihak yang berkaitan dapat menanggapi dengan mengadakan perubahan. Kritik yang dilontarkan oleh pengarang terhadap tengkulak dan bank harian itu agar masyarakat yang mempunyai modal jangan sampai melakukan penekanan dan permainan ekonomi yang dapat merugikan kaum bawah atau “wong cilik”.

 

Kritik terhadap tengkulak juga ditemukan dalam cerpen “Jasa-jasa Buat Sanwirya”. Ketika Sanwirya jatuh dari pohon kelapa, Sampir, Ranti, dan Waras sibuk memperbincangkan pertolongannya kepada Sanwirya dengan cara meminjamkan uang kepada tengkulak gula merah. Namun, keinginan mereka terdengar oleh istri Sanwirya seperti dalam kutipan berikut.

 

“Kita akan menemui tengkulak yang bisa menerima gula Sanwirya. Kukira takkan sulit meminjam sembilan puluh rupiah darinya”.

 

“Maksudnya agar Sanwirya nanti mengangsurnya? Pikiran yang bagus. Kalau semua sudah tidak keberatan kuminta Ranti menambah catatan!”

 

“Menolong? Oalah gusti…menolong?”

“Iya. Kalian tak suka kelaparan bukan?”

“Itukah sebabnya Kalian mencarikan pinjaman ke lumbung desa dan tengkulak?”

“Oalah pangeran… jangan lakukan itu. Wanti-wanti jangan. Kami takkan lebih senang dengan pinjaman-pinjaman itu”.

 

            Jelas sekali kepada kita bahwa Ahmad Tohari menentang sikap dan perbuatan tengkulak melalui tokoh istri Sanwirya.

 

Bentuk kehidupan lain yang dikritik oleh Tohari adalah sistem birikrasi pemerintah dan perilaku para priyayi zaman sekarang. Kritik yang dilontarkan oleh pengarang melalui tokoh aparat desa itu tampak sebuah kenyataan yang perlu dicermati dan dijadikan catatan penting.  Penerapan kebijaksanaan yang serupa saat ini masih banyak ditemukan dalam sistem birokrasi di negeri tercinta ini. Birokrasi pemerintah desa yang kurang akomodatif dan objektif tampak dalam kutipan berikut.

 

“Ya, kamu memang mbeling  Min. Di grumbul ini hanya kamu yang belum berpartisipasi. Hanya Kamu yang belum setor dana Afrika, dana untuk menolong orang-orang yang kelaparan di sana”

                                                                                                       

Istilah kritik yang mungkin memanaskan telinga bagi mereka yang mendengarkannya merupakan sesuatu yang seharusnya dikembangkan dalam masyarakat demokrasi seperti negara kita. Pembelajaran apresiasi sastra pun sudah seharusnya mulai mencoba menanamkan sifat kritis dan kreatif terhadap siswa sejalan dengan era kebebasan menyatakan pendapat. Apabila  dideskripsikan secara detail, akan diperoleh gambaran kritik sosial mengenai sosial budaya, birokrasi, keamanan, perekonomian (perbankan, koperasi)  asuransi, hubungan majikan dan buruh, priyayi atau pegawai, nilai moral, agama, dan pola kehidupan lain termasuk pola hidup sederhana.

Dimana pernyataan pendapat yang ada ditentukan oleh status sosial , maka karena itu cerpen ini seperti membidik ke semua kalangan, dari atas dan  kalangan bawah , seperti cermin untuk melihat diri dan bagaimana keadaan tanah air ini.

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

Seribu Kunang-Kunang di Manhattan

Analisis Cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhattan  Karya  Umar Kayam

 

 

 

Seribu Kunang-Kunang di Manhattan

Penulis : Umar Kayam

 

 

 

Seribu Kunang-Kunang di Manhattan adalah sebuah cerpen yang terpilih menjadi cerpen terbaik majalah sastra Horison tahun 1966/1967 ini ditulis oleh seorang budayawan dan sastrawan Umar Kayam. Cerpen ini mengisahkan tentang dua orang tokoh Jane dan Marno yang berlatar belakang berbeda dihadapkan pada sebuah percakapan yang menarik. Umar Kayam membangun alur dengan menggunakan teknik dialog atau percakapan. “Tidak ada unsur penceritaan yang jelas, atau konflik, membuat tema menjadi nonsense”, begitulah kiranya pendapat seorang cerpenis dalam esainya “Kembali Membaca dan Menghancurkan Kayam”.

      Marno berperan sebagai tokoh utama dalam cerita ini. Karena secara garis besar Marno yang mengendalikan cerita ini. Kayam membawa cerita ini kepada situasi Marno yang rindu akan kampong halamannya. “Aku sedang enak di jendela sini, Jane. Ada beribu kunang-kunang di sana.” (Seribu Kunang-Kunang di Manhattan : 2003). Dalam kutipan tersebut diceritakan bahwa sebenarnya Marno mengimajinasikan Manhattan sebagai kampong halamannya. Ia yang sedari tadinya rindu sekali akan kampong halamannya, dengan ditambah pengaruih alcohol Marno lebih menjadi dan mengimajinasikan kunang-kunang yang notabene adalah hewan tropis ada di Manhattan.

Karakteristik penokohan dari Marno dengan metode dramatic analisis. Yang mana penokohan dari Marno tidak dideskripsikan secara jelas oleh Kayam sebagai penulis. Namun dengan jalan menganalisa dari tingkah laku dramatic dari cerita tersebut. Dengan metode ini dapat diketahui bahwa Marno merupakan orang yang sabar, pendengar yang baik. “Kalau saja ada suara jangkrik mengerik dan beberapa katak menyanyi dari luar sana.”“Lantas?” “Tidak apa-apa. Itu kan membuat aku lebih senang sedikit. ” “Kau anak desa yang sentimental!” “Biar!”

Marno terkejut karena kata “biar” itu terdengar keras sekali keluarnya.

“Maaf, Jane. Aku kira scotch yang membuat itu.”“Tidak, Sayang. Kau merasa tersinggung. Maaf.”Marno mengangkat bahunya karena dia tidak tahu apa lagi yang mesti diperbuat dengan maaf yang berbalas maaf itu

Dalam kutipan tersebut disiratkan bahwa Marno merupakan  pendengar yang baik, ia sabar menghadapi ocehan-ocehan Jane yang dianggap Marno membosankan. Dan juga diketahui bahwa Marno memiliki sifat teguh hati, dimana ia tetap berkata “Biar!” ketika Jane menganggap Marno orang desa yang sentimental. Sedangkan tokoh Jane, dalam cerita ini merupakan tokoh utama disamping Marno. Pada awalnya Kayam mencoba mengutarakan siapa dan apa yang dipikirkan Jane kala itu. Namun, pada akhir cerita Kayam memfokuskan tokoh kepada Marno yang mulai menguasai jalan cerita.

Dengan metode analisa dramatic, Jane adalah tipikal orang yang cerewet, keras kepala, dan banyak berbicara. Juga gaya bicaranya yang sedikit menunjukan bahwa ia adalah kaum ningrat di negaranya. “Jet keparat!” Jane mengutuk sambil berjalan terhuyung ke dapur. Dari kamar itu Marno  mendengar Jane keras-keras membuka kran air. Kemudian dilihatnya Jane kembali, mukanya basah, di tangannya segelas air es. Dapat dilihat bahwa struktur/budaya kebaratan yang ditunjukkan Kayam melalui tokoh Jane ini. Tokoh pembantu Dalam cerita ini ada tokoh Tommy, yang merupakan mantan suami Jane. Jane sempat beberapa kali menceritakan Tommy. Dengan metode analisis yang sama dapat diketahui bahwa Tommy merupakan pria yang baik, yang sesungguhnya Janepun masih menyayangi Tommy. “Sebab, seee-bab aku tidak mau Tommy kesepian dan kedinginan di Alaska. Aku tidak maaau.” Dari kutipan tersebut diketahui bahwa sesungguhnya Jane sangat mengkhawatirkan Tommy yang Jane sendiri tidak tahu keberadaan dari Tommy. Dalam cerita ini penulis menampilkan secara ekspositoris atau secara deskriptif watak/penokohan dari masing-masing tokoh. Ia menyisipkan watak tokoh dalam penggalan-penggalan kejadian dramatic dalam cerita tersebut. latar tempat diceritakan ada pada sebuah rumah, yang mungkin tepatnya ada diatas atau lantai kedua. Dan rumah itu ada di sebiah kawasan di kota Manhattan, Amerika  Kemudian pelan-pelan diciumnya dahi Jane, seperti dahi itu terbuat dari porselin. Lalu menghilanglah Marno di balik pintu, langkahnya terdengar sebentar dari dalam kamar turun tangga.dari kutipan itu Marno mulai meninggalkan Jane di kamarnya melewati pintu dan kemudian turun tangga. Dapat dideskripsikan bahwa letak kamar Jane ada di atas dan percakapan itu berlangsung di kamar Jane.

Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, sebuah cerpen Umar kayam yang memiliki nilai sastra tinggi terhadap unsur social masyarakat . umar Kayam telah berhasil membawa pembaca kedalam horizon-horizon imajinatif dan simpulan yang menghasilkan bermacam pendapat tematik yan dihasilkan. Pembaca dituntut menjadi pengarang kedua untuk merumuskan ending dari sebuah cerita. Kayam mengarahkan pembaca menjadi orang pintar dan berfungsi edukatif dalam setiap karyanya.

Tema dari cerpen ini sendiri ialah sosiologis. Artinya penulis ingin menceritakan adanya persamaan dan perbedaan kebiasaan antara budaya barat dan budaya timur. Dalam artian lain tema multicultural. Namun Kayam tidak mengakhiri tema ini dengan jelas, atau sekurang-kurangnya dengan konflik yang jelas. Pembaca diarahkan untuk menilai, dan membawa cerita ini menuju kehendak pembaca. Sehingga cerita ini mnejadi multitafsir.

Persamaan kedua budaya ini dapat diceritakan dalam kisah Jane yang masih menyayangi mantan suaminya dan Marno yang rindu akan kampung halaman dan istrinya. Ini membuktian bahwa budaya barat dan timur mempunyai kesamaan dalam hal kasih sayang, keduanya merasakan hal yang sama maupun dalam kondisi budaya dan keadaan social yang berbeda. Perbedaan ditunjukkan Kayam dalam situasi dimana Marno lebih memilih untuk pulang daripad tidur bersama dengan Jane. Mungkin karena ia ingin segera mengakhiri perselingkuhan itu dan kembali kepada istrinya. Hal ini menunjukkan identitas budaya timur yang lebih menghargai perkawinan.

 

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

Godlob

Analisis Cerpen Godlob Karya  Danarto

 

Godlob

Penulis : Danarto

 

 

Godlob merupakan cerpen pertama dalam kumpulan cerpen Danarto yang berjudul sama dengan judul cerpen itu.  Godlob tidak membicarakan dunia mistik dan kebatinan hanya saja masih mengupas masalah kematian, walaupun dalam cerita ini bukan sebagai upaya untuk manunggal dengan Allah melainkan kematian yang datang setelah adanya pembunuhan oleh manusia. 

Dalam hal ini penulis lebih menekankan unsur mistiknya karena terdapat masalah yang berhubungan dengan kerinduan makhluk dengan Kholiknya untuk mencapai persatuan, dalam aliran kebatinan jawa lebih dikenal dengan istilah manunggaling kawula gusti. Melalui gaya penceritaan Danarto yang khas , personifikasi, figurisasi atau setidak-tidaknya renungan-renungan terhadap faham sufistiknya bahkan mungkin konkretisasi ajaran sufisme. Hal ini tidak lain karena menurut anggapan Danarto bahwa mistik dalam karya sastra adalah suatu upaya untuk mencapai kemanunggalan dengan Tuhannya. Bagi danarto cerpen merupakan suatu struktur kalimat-kalimat yang tidak bermakna dan karya sastra tidak lain berfungsi sebagai enlighment, yaitu sebagai penerang bagi manusia dalam menyatukan diri dengan Kholik.

Cerpen “Godlob” melukiskan orang-orang yang masih dikuasai oleh hawa nafsu jasmaniah dan terikat oleh alam kodrati. Cerita ini mengisahkan seorang ayah yang membunuh anaknya yang terluka dalam pertempuran supaya anaknya dianggap dan diakui sebagai pahlawan. Memang cerpen ini tidak menyinggung-nyinggung masalah ketuhanan, mungkin karena manusia (dalam hal ini ayah), yang bersifat angkara murka masih dikuasai oleh nafsu, keinginan untuk diuji, yang dalam bahasa Arab disebut godlob.

Danarto memulai ceritanya dengan pelukisan arena perang yang seram dengan bangkai-bangkai prajurit, alat-alat perang yang hancur, dan burung gagak yang bergerombol-gerombol mematuki bangkai. Suasana ini digambarkan dengan jelas dengan perlambangan yang konkret sehingga indera pembaca, mata, telinga, penciuman dan syaraf gerak dapat mengikutinya. Gagak-gagak itu berpesta di atas mayat atau tubuh yang hampir menjadi mayat. Gagak yang melambangkan keserakahan dan mengambil keuntungan di atas peperangan itu menyarankan kepada tokoh utama cerita ini, yakni sebagai seorang laki-laki tua dengan politikus. Orang tua itu bernafsu mendapatkan penghargaan atas kematian anaknya yang dibunuhnya sendiri. Namun, hal itu ditentang oleh bekas istrinya. Istrinya ditampilkan sebagai lambang kejujuran yang berani memusnahkan kebohongan. Tokoh lain ialah beberapa orang politikus yang barangkali melambangkan orang-orang yang pandai menggunakan kesempatan. Anak orang itu melambangkan orang yang pasrah kepada nasib. Sikap pasrah itu dihubungkan dengan sikap tentara yang percaya, “semuanya kita sudah diatur”. Dalam cerita ini disisipkan perbandingan antara politikus dan penyair di dalam menghadapi kesengsaraan orang lain. Untuk mencapai efek tertentu dipakai perbandingan yang hebat-hebat pada awal cerita itu. Keisengan orang tua itu digambarkan dengan sikapnya pada waktu berbicara di hadapan anaknya yang hampir mati, ia seperti berdeklamasi, seperti orang gila. Cerita pun berakhir dengan ditembaknya sang ayah oleh istrinya sendiri.      

Masalah kebatinan yang diungkapkan Danarto dalam kebanyakan cerpennya, tidak selalu menggambarkan proses perjalanan makhluk menuju persatuan dengan khalik. Misalnya, dalam cerpen “Godlob”. Dapat dikatakan sebagai salah satu cerpen yang dihasilkan oleh Danarto, “Godlob” jauh dari yang namanya dunia mistik dan dunia kebatinan. Cerpen ini juga tidak terlalu banyak menyinggung-nyinggung masalah ketuhanan, meskipun begitu masih disinggung juga tentang kematian.

 

         Di dalam cerpen tersebut, Danarto menggunakan gaya bahasa yang berfungsi untuk meyakinkan atau menjelaskan seperti perbandingan, kalimat retorik serta menggunakan bahasa berirama dalam melukiskan suasana. Selain itu digunakan jujuga pengulangan kata yang memperindah karya tersebut, sebagai contoh dapat kita lihat pengulangan kata yang ada pada awal cerita:

        Gagak-gagak hitam bertebahan dari angkasa sebagai gumpalan-   gumpalan batu yang dilemparkan, kemudian mereka berpusar-pusar,       tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran sendiri-sendiri, besar dan          kecil, tidak keruan sebagai benang kusut.

 

Kalau kita lihat ada banyak pengulangan dalam satu kalimat pembuka cerpen tersebut. Ada kata yang diulang karena memang perlu diulang, misalnya pada penggalan kalimat kedua berikut:

 

       Laksana setan maut yang compang-camping mereka buas dan tidak        mempunyai ukuran hingga…

 Bentuk pengulangan kata compang-camping merupakan bentuk kata ulang berubah bunyi atau salin suara yang memang harus ada pengulangan karena compang tidak dapat berdiri sendiri tanpa camping.

 

        Ada pengulangan yang memang perlu, ada juga yang hanya sekedar memperindah atau dapat juga digunakan untuk memperkuat penggambaran. Selain itu ada juga bentuk pengulangan yang tidak mentaati kaidah bahasa, seperti:

 

Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-      tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan      gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolah-olah          kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.

 

          Meskipun pengulangan kata kuman-kuman yang telah didahului oleh kata kumpulan terkesan tidak mentaati kaidah bahasa namun menimbulkan keindahan ketika kita membacanya bahkan terasa nikmat saat membacanya.

 

          Pengulangan-pengulangan kata itulah yang mampu menempatkan “Godlob” sebagai salah satu karya kontemporer yang mewakili karya-karyanya yang lain seperti: kecubung pengasihan, Armageddon, Asmaradana, dan Abracadabdra. Pengulangan kata yang digunakan sebagai gaya bercerita penulis dalam cerpen “Godlob”, mampu menciptakan penggambaran yang kuat sekaligus meyakinkan pembaca. Di samping itu, pengulangan kata yang ada di dalamnya mampu memperindah sehingga “Godlob” nikmat untuk dibaca dan tampil lain dari cerpen-cerpen yang telah ada.

        Satu hal yang tidak bisa dipungkiri, Danarto sebagai salah seorang pengarang sastra kontemporer telah mempunyai tempatnya sendiri karena corak karangannya yang khas dan menarik penuh kejutan. Demikianlah gambaran suasana mistik yang terdapat pada cerpen Godlob karya Danarto. Ciri khas dari penulis membuat dayak tarik tersendiri sehingga memiliki penilaian berbeda dan pandangan tersendiri bagi orang-orang yang membacanya.

 

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

 

Sunat

Analisis Cerpen Sunat Karya Pramoedya Ananta Noer

 

 

Sunat

Penulis :Pramoedya Ananta Noer

 

 

 

Cerpen Sunat ini memilki tema menceritakan seorang anak yang ingin menjadi pemeluk agama islam sejati, tetapi dia bimbang apakah dia sudah menjadi pemeluk islam sejati atau belum, karena dia belum disunat. Pada akhirnya dia disunat, ia pun senang karena telah disunat itu membuktikan bahwa ia dapat menjadi pemeluk agama Islam sejati.

Tema dari cerpen ini sendiri tentang pencitraan dari diri seseorang bagaimana dia menilai dan memandang agama didalam hidupnya.   Dimana anak ini benar-benar ingin dianggap sebagai seorang Islam yang sejati , dia ingin di sunat dan khawatir selama dia belum disunat . kekhawatiran anak tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk di bahas , dimana hal tersebut benar-benar berkaitan dengan hal-hal besar dan penting untuk diketahui . Anak itu membuat setiap pembaca cerpen ini berfikir apakah setiap anak lelaki yang beragama Islam akan berfikiran seperti dia dan apakah hal benar-benar bias membuat setiap anak lelaki beragama Islam akan mengalami kegundahan luar biasa seperti dia. Tentu juga pemikiran tentang keyakinan kita akan sebuah agama sesungguhnya apakah benar-benar berkaita dengan hal seperti ini. Cara memandang hidup bagi setiap orang memang berbeda-beda apalagi pandangan tentang agama , dimana agama itu merupakan hal yang paling utama dalam hidup nagi setiap orang percaya . Dan menurut anak ini dia adalah seorang Islam , tapi belum diketahui atau diakui kesejatiannya karena dia belum di sunat. Anak ini juga bias menjadi contoh yang patut dicontoh , walaupun dia masih seorang anak yang bahkan belum cukup umur memikirkan hal besar berbau agama tetapi dia memiliki pemikiran luar biasa tersebut , dimana sejatinya dia memang ingin menjadi seoang Islam yang sesungguhnya , bagi Tuhan , dirinya , keluarganya dan seluruh dunia pun tahu bahwa dia bukanlah Islam yang sekedar Islam dalam arti Islam yang dipampang sebagai agama saja tapi Islam sejati , namun pemikiran nya tentang Sunat itu untuk menjadi Islam yang sejati juga tidk seratus persen benar , sunat lebih tepatnya menjadi fakto pendukung bahwa dia adalah Islam sejati , dimana sunat yang dia lakukan bukanlah akhir dari Islam sejati yang ingin ia peroleh , melainkan awal atau gerbang permbuka baginya menjadi Islam sejati .  Latar dari cerpen ini sendiri bertempat di pedesaan. Amanat yang dapat diambil adalah cerpen ini ingin menyampaikan bahwa seorang anak bahkan dapat berfikir dewasa tentang agama , Beberapa baris dari cerita cerpen ini yang menunjukkan jalan ceritanya yaitu seperti berikut :

Tiap malam aku selalu datang ke langgar, anak – anak lainpun juga. Kita di langgar mengaji bersama yag dilakukan dari jam setengah enam sampai jam sembilan malam. Kami membayar 2 ½ sen seminggu guna membeli minyak pelita.Kami di langgar sebenarnya hanya buang – buang waktu saja, karena kami hanya bercanda, mengobrol – ngobrol, mengganggu orang yang sedang solat maghrib dan isya. Kami melakukan itu semua untuk menghindari belajar di rumah.

Aku ingin menjadi pemeluk agama Islam sejati, tetapi aku belum disunat. Aku sempat berpikir apakah bisa menjadi Islam sejati jika belum disunat? Tetapi pikiran itu aku tampung dalam otakku.

Suatu malam ayah baru pulang, ia tampak gembira. Aku sedang dikamar dibacakan cerita oleh ibu. Tiba – tiba ayah memanggil dan bertanya “Apakah kamu sudah siap untuk disunat?” Kemudian aku menjawab “Tentu yah!” Ayah bilang aku akan disunat secepatnya. Ayah akan menyunatkan bukan hanya 2 anaknya saja, tetapi anak angkatnya juga beserta anak – anaknya. Hari spesial telah tiba, 6 orang yang akan disunat duduk berjajar. Satu – satu dipanggil masuk ke ruangan, kemudian tibalah giliranku. Aku sangat takut, tetapi ketakutan itu selesai dengan cepat. Aku pun selesai disunat.Pada akhirnya dia disunat, ia pun senang karena telah disunat itu membuktikan bahwa ia dapat menjadi pemeluk agama islam sejati.

 

Pada cerpen diatas alur yang digunakan pengarang adalah alur maju. Hal itu dikarenakan dari paragraf satu ke paragraf lainnya berhubungan.Sudut pandang yang terdapat di cerpen adalah orang pertama/(aku-an). Hal ini diambil dari kalimat “Aku pun selesai disunat”

Sedangkan anak laki-laki dinyatakan sudah besar jika sudah disunat, karena dosa-dosanya sudah ditanggung sendiri.

Seperti hal yang saya katakan mengenai Islam sejati bukan berdasarkan sunat yang dia jalani tapi lebih tepatnya sunat tersebut adalah langkah pertama atau titik nol untuk mencapai kesempurnaan akan Islam sejati yang ingin dia peroleh . Dia masih harus menjalani lika-liku yang tidak mudah , karena dalam mencapai sebuah kesejatian yang sesungguhnya memang butuh usaha dimana semua akan berakhir indah pada waktunya , di setiap bagian atau hal yang kita lakukan belum tentu benar dan di titik ini kita belajar dan berusaha menjadi lebih baik , memperbaiki segala kesalahan itu , kesalahan ditambah kesalahan adalah pengalaman , pengalaman merupakan bahan utama mengetahui segala hal , hal baik maupun buruk . Untuk sekian kali , akan menjelaskan mengapa cerpen ini terasa begitu luar biasa , mungkin terlihat biasa bagi beberapa orang , tapi  keteguhan iman dari anak itu merupakan sebuah contoh kecil bagi setiap orang dalam menggapai hal besar yang mampu merubah segalanya. Menggambarkan pandangan agama di mata seorang anak , dan apakah pandangan itu sama dengan orang dewasa yang mungkin tentu pernah juga mengalami hal tersebut. Hal ini juga kembali memberi pemikiran akan suatu hal yang dianggap biasa ternyata bisa mempengaruhi hidup seseorang atau tepatnya berpengaruh bagi  hidupnya untuk kedepannya. Sebenarnya apabila diliat secara logika pemikiran si anak itu tergolong masih dangkal kesejatian akan sebuah agama , namun hati nya yang secara tulus ingin menjadi Islam yang sejati mampu membawa pembaca terhanyut kedalam kepolosan dan keinginan yang terlihat sederhana , tapi disinilah diketahui bahwa karakter si anak merupakan seorang penerus yang mampu membawa ke jalan yang benar , dengan hal kecil semua bias menghasilkan hasil tak terduga. Seperti yang banyak orang katakana mengenai cerpen in begitu juga saya bertanggapan mengenai cerpen ini , lebih tepatnya sebuah cermin . Cerpen in bagaikan cermin yang membuat setia orang sadar tahu dan sadar siapa dirinya sebenarnya , jati diri yang selama ini belum diketahui menjadi terkuak hanya dengan bercermin, cermn dalam kata melihat diri kita sendiri , siapa kita ini sebenarnya , dimana hati kita saat ini ? dimana jalan kita sebenarnya ? kemana kita akan melangkah ? dimana kita berpijak ? apakah selama ini yang kita lakukan sudah benar ? sadarkah kita bahwa semua yang kita terima bukan hanya karena diri sendiri tentu karena Tuhan Yang Maha Esa juga sudah berkehendak . Semua pertanyaan tersebut akan muncul jika kita mengambil bagian terbaik dari pemikiran sang anak tersebut , menggugah setiap orang untuk sadar apakah diri kita sudah berada di jalan yang benar , dan sudah berdiri di atas keyakinan abadi kita , agama sejati yang akan kita bahwa sampai akhir hidup kita , bukan sebagai pendamping jidup tetapi tepatnya sebagai hidup kita , karena agama itu bukanlah hal yang berdampingan dengan kita , tapi itulah cerminan diri kita. Maka amanat dalam cerpen ini tentu sangat berarti dan memiliki nilai murni dari hati seorang anak menilai agama dan kesungguhan luar biasa.

 

 

 

 

HASIL ANALISIS

 

 

Cerpen karya Pramoedya Ananta Noer ini memang sederhana menceritakan seorang anak laki-laki yang merasa gelisah karena belum menjadi Islam sejatinya karena belum disunat , namun makna dari cerpen ini ialah bentuk cermin terhadap diri setiap orang.      

Cerpen ini bisa menjadi contoh untuk setiap orang , sangatlah menarik dan menggugah pikiran. Namun mungkin karena si anak itu masih kecil maka dia berfikir bahwa dengan hanya dengan di sunat saja maka dia akan menjadi Islam sejatinya , walaupun sebernarnya dalam garis besarnya ialah seseorang di katakana sejati dalam agama ia jalani ialah dari perbuatan ataupun tindakan yang dilakukan , disertai ibadah dan menomor satukan Tuhan didalam hidup ini. Hidup dengan agama yang sejati bukan lah sebuah symbol , tapi ada didalam diri sendiri bukan untuk di umbar atau menjadi sosok fanatik , melainkan seseorang yang hidup berdasarkan kasih.

 

 

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

Pelajaran Mengarang

Analisis Cerpen  Karya  Seno Gumira Ajidarma

 

 

Pelajaran Mengarang

Penulis : Seno Gumira Ajidarma

 

 

Cerpen pelajaran mengarang ini bertema kan tentang status sosial dan arti keluarga dalam kehidupan untuk seorang anak . Seorang anak yang terlahir dengan keluarga yang berbeda dari arti kata keluarga yang sesungguhnya , dimana dia tidak memiliki seorang ayah dan hanya memiliki seorang ibu yang bekerja dijalan yang salah . Hal-hal negatif yang muncul karena kelakuan ibu nya sangat berpengaruh besar bagi mental si anak yang pada cerpen ini diceritakan masih berusia 10 tahun , dimana seharusnya dia seharusnya bisa menikmati arti keluarga yang sebenarnya sama dengan teman-teman yang seusia dengan dirinya. Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ditemukan berbagai macam setting, Hampir semua setting bersifat fisik, tetapi ada pula yang bersifat psikis. Setting yang bersifat psikis menimbulkan suasana damai yang tenang dalam lamunan tetapi ada pula yang menimbulkan suatu kecemasan.diantaranya setting waktu, setting tempat dan setting keadaan. Diantara ketiga setting tersebut, setting waktulah yang sangat dominan dalam menghubungkan alur (kejadian) satu dengan alur (kejadian) yang lain, sedangkan setting tempat berada dalam suasana dan tidak disebutkan secara jelas, tetapi msekipun tidak disebutkan secara jelas oleh pengarang, setting tempat tersebut dapat kita tangkap atau kita kenali melalui suasana yang tercipta.
Ada beberapa kutipan dari cerpen ini yang mejnadi garis penting untuk bisa dipahami jalan ceritanya yaitu sebagai berikut :
*Pelajaran mengarang sudah dimulai. Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati. Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih.

* Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci. Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain.
*Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur.
Dari kedua kutipan di atas dapat diketahui setting tempat yang berada dalam setting suasana yang diciptakan pengarang. Pada kutipan pertama, kata pelajaran mengarang, ibu guru Tati, anak-anak kelas V, meja, dan papan putih menunjukkan bahwa suasana dalam cerita berlangsung di dalam ruang kelas yang berarti setting tempat berada dalam kelas suatu sekolah dasar. Dalam kutipan kedua dapat diketahui bahwa setting tempat yang terdapat dalam setting suasana menunjukkan kejadian dalam cerita berada di sebuah rumah yang berantakan yang terdapat banyak botol kosong berserakan di mana-mana. Di sini, pengarang tidak menyebutkan tempat tersebut secara langsung, melainkan melalui setting suasana.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, dalam cerpen Pelajaran Mengarang ditemukan tiga setting yang saling melengkapi dan memperjelas satu sama lain. Setting waktulah yang paling menonnjol sebagai media perpindahan suasana dari suasana satu ke suasana yang lain.
*Maka berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluarkan asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager…
Dalam kutipan pertama dan kedua, tercipta setting keadaan yang bersifat psikis yang menimbulkan suasana tenang dan nyaman. Sedangkan pada kutipan ketiga, dari setting tersebut tercipta suasana cemas dan trauma yang dialami tokoh atas sesuatu yang dilihatnya setiap hari. Kutipan yang pertama menyatakan bahwa “…anak manis yang menulis dengan kening berkerut”, dalam kalimat ini, kata manis bukanklah arti yang sesungguhnya terasa manis, melainkan manis yang berarti tenang, tertib, atau lugu. Kutipan kedua menyatakan bahwa “Anak-anak tenggelam ke dalam dunianya” kata tenggelam di dalam kalimat tersebut bukanlah arti tenggelam yang sesungguhnya, melainkan ungkapan pengarang yang berarti menikmati. Begitu pula dalam kalimat “…berkelebatan di benak Sandra”, berkelebatan di sini bukanlah arti yang sesungguhnya untuk menyatakan benda yang tertiup angin sehingga berkelebat tetapi berkelebat yang dimaksud dalam kalimat ini

*“Anak siapa itu?”
“Marti.”
“Bapaknya?”
“Mana aku tahu!”
“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”
“Ini titipan si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton. Sampai sekarang Sandra tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menujuk-nunjuk mereka. Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.berarti terbayang.
*Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu Guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.

Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:

Ibuku seorang pelacur….

Hubungan variasi setting dengan perkembangan perubahan cerita sangat terlihat dalam cerpen Pelajaran Mengarang terlebih dalam setting waktu. Suasana demi suasana saling dihubungkan oleh setting waktu yang cenderung mundur dan maju kembali saat di akhir.
Setting suasana dapat menunjukkan watak dan penokohan pelaku yang akan dibahas dengan rinci dalam bagian penokohan dan perwatakan.

Pengarang banyak menggunakan gaya bahasa sarkasme dan personifikasi untuk memunculkan emosi sesuai dalam cerpen, sehingga pengarang hanya menggunakan sedikit penataan kata yang istimewa karena hampir keseluruhan isi cerpen menggunakan kata-kata biasa yang digunakan masyarakat pada umumnya. Dari gaya bahasa yang digunakan, juga dapat dilihat munculnya efek kerasnya kehidupan yang dialami tokoh utama dalam certita, efek kejam, dan sakit hati juga tercipta dari pemilihan gaya bahasa tersebut. Dalam penuturan pelaku, pengarang menggunakan gaya bahasa yang sangat kasar. Hal ini dilakukan oleh pengarang untuk menunjukkan karakter atau watak tokoh.

Jika dilihat dari sikap pengamat terhadap pokok pikiran yang ditampilkan dalam cerpen Pelajaran Mengarang, tema yang diangkat adalah protes atau ungkapan iba sorang pengarang terhadap keadaan sosial masyarakat kita yang sangat menjunjung tinggi derajat atau tingkatan dalam masyarakat.

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

Surau Kami

Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

 

 Robohnya Surau Kami

Penulis : A. A Navis

 

 

ain. Robohnya Surau Kami merupakan sebuah cerpen karya  A.A. Navis yang berecerita tentang sosio-religi . Cerpen ditebitkan pertama kali pada tahun 1956, yang menceritakan dialog Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah dimana dia hanya memikirkan tentang akhirat tetapi tidak peduli tentang duniawi . Cerpen ini dipandang sebagai salah satu karya monumental dalam dunia sastra Indonesia.

 

    Struktur : Tema , Latar ,  Alur, Permasalahan , Amanat , Teknik Bahasa , Sudut Pandang dan Nilai – Nilai dari Cerpen Robohnya Surau Kami

 

Tema dari cerpen Robohnya Surau Kami ialah keagamaan yang berhubungan dengan sosial bagaimana seseorang hanya ingin memperoleh kebahagiaan akhirat , tanpa  peduli dengan keadaan sekitarnya (duniawi) dan tentang seorang pembual yang merasa dirinya yang paling benar.  Latarnya adalah di sebuah surau yang terletak di desa yang terpencil dan jauh dari peradaban. Sedangkan untuk  Alur nya ialah : mundur, karena menceritakan akhir dulu baru awal dan juga mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin.Plot yang semakin menunjukkan alur dari cerpen ini adalah alur mudur ialah :

     Kalau beberapa tahun yang lalu tuan Tuan datang kekota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat Pasar. Melangkah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek. Tapi Kakek ini tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakanya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang di sukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantaai di malam hari.

Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.

Permasalahannya nya yaitu ketika tokoh aku datang ke Surau Tua dan menghampiri kakek itu, tapi sekali ini kake begitu muram seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sehinnga barang-barang yang ada di sana berserakan di sekitar kaki kakek, kemudian tokoh aku duduk di sampingnya dan menjamah pisau itu serta bertanya, ternyata kakek kesal dan masih memikirkan bualan Ajo Sidi tentang kisah haji saleh yang  selalu menyembah allah tapi menelantarkan orang yang ada di sekelilingnya termasuk keluarganya sehingga dia dikutuk masuk neraka yang letaknya di keraknya. Karena bualan itu kake merasa takut karena apa yang kake lakuin sama persis seperti apa yang di lakukan oleh ajo sidi.

Sudut Pandang orang pertama sebagai aku, “Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek”

Penokohan nya tersendiri seperti berikut : Tokoh Ajo Sidi berwatak pembual, acuh tak acuh dan mempunyai kepribadian suka mempengaruhi , Tokoh kakek berwatak  yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain tetapi sangat taat beribadah , Tokoh Aku berwatak bijaksana , baik hati dan penolong , sedangkan Tokoh Aji Saleh berwatak mementingkan diri sendiri (egois).

Tokoh smmm                         Memiliki kerakteristik yang tidak mempunyai pendirian yang kuat dan mudah terhasut omongan orang lain, dan Orang yang tagwa didalam perintah dan larangan Allah Subhanahu wataala tetapi kadar keimanannya sangat tipis.

Amanat yang diperoleh dari cerpen ini sendiri ialah kita jadi orang jangan yang pembual yang selalu merasa kita benar, karena orang yang pembual biasanya diingat orang, tapi seseorang yang selalu ingat itu malah ingin memarah-marahinya karena mengingat bualan yang selalu ia ucapkan melukai peraaan orang l

Teknik Bahasa yang di pakai ialah mudah dipahami (dimengerti), bahasanya tidak terlalu tinggi dan bahasa yang dipakai bahasa sehari-hari.

             Nilai-Nilai yang kita peroleh ialah nilai budayanya dimana pola fikir yang kurang berpendidikan membuat kakek salah dalam mengambil keputusan, tidak ada keiginan untuk hidup lebih baik dan berkembang.  Nilai sosial masih tetap ada walaupun hanya sedikit . Sifat iklas kakek dalam membantu terhadap tetangga-tetagganya.  Nilai moral nya yaitu perbuatan kakek yang siap membantu kapanpun dan tidak mengharap imbalan patut dicontoh. Nilai agaman nya ialah Ketaatan kakek dalam beribadah dan menyembah tuhan adalah salah satu perbuatan yang layak dicontoh.

 

 

HASIL ANALISIS

Cerpen karya A.A. Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah dikenalnya, memikat siapapun yang membacanya tentang hubungan manusia dengan Tuhan yang harus ada keseimbangan dengan alam dan lingkungan sekitar. Hal yang paling penting adalah seseorang dapat menempatkan diri pada kondisi lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Dalam cerpen ini menonjol bagaimana psikologis tokoh kakek garin saat mendengar cerita bualan dari Ajo Sidi. Cerita itu membuat kakek Garin ingat akan masa lalunya sehingga ia merasa bersalah karena telah meningggalkan keluarganya dan hanya mementingkan urusan akhirat. Dalam keadaan ini kakek garin sangat ditonjolkan karena penulis ingin menunjukkan gagasannya bahwa hidup haruslah mempunyai keseimbangan antara dunia dan akhirat sehingga tercipta kehidupan yang tidak timpang / berimbang .

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

Pintu Terlarang

Analisis Novel Pintu Terlarang  Karya  Sekar Ayu Asmara

 

 

 

Pintu Terlarang

Penulis : Sekar Ayu Asmara

 

 

 

Pintu Terlarang adalah sebuah novel karya Sekar Ayu Asmara yang ber genre thriller dan  Psikologi . Novel ini sendiri seperti menjadi sebuah cerminan untuk sebuah keluarga , terutama sikap dan  tindakan yang dilakukan orang tua kepada anaknya , apakah sudah melewati batas atau tidak . Dan menjadi pembangun agar berkurangnya bahkan musnahnya kekerasan dalam rumah tangga terutama kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya sendiri.

 

Cerita novel ini terbagi atas tiga cerita. Masing-masing berkaitan pada akhirnya dan ditulis secara silih berganti.

Cerita Seorang Anak

Dinarasikan lewat narasi orang pertama, yaitu sang anak, kita mendapatkan cerita tentang penganiayaan terhadap anak. Sang anak berumur sembilan tahun. Ia mempunyai ibu bernama Melati yang seorang kembang desa dan seorang ayah bernama dr. Koentoro. Mereka adalah tipe orangtua yang menganiaya anak mereka sendiri kendati sebenarnya kesalahan sang anak cukup sepele. Pernah ia dipaksa menelan kecoa, diikat di pohon dan ditumpahkan setoples penuh berisi semut merah, ditenggelamkan, ditendang, dan berbagai penganiayaan tak bermoral lainnya. Sang anak didoktrin bahwa segala perlakuan itu dilakukan karena itu adalah bentuk kasih sayang orangtua. Sang anak menjadi sosok yang penyendiri, lama kelamaan dirinya mulai sering berimajinasi bahwa ia adalah sesuatu yang bukan dirinya, agar ia tidak perlu merasakan pahitnya penderitaan. Cerita ini berakhir dengan sang anak yang di sekolahnya, diam-diam mencuri sebilah pisau di kantin sekolah dan pada malamnya, ia seperti dibisikkan oleh benda-benda disekelilingnya untuk menggunakan pisau tersebut. Sang anak akhirnya membunuh kedua orangtuanya sendiri, namun suara-suara kembali membisikannya untuk memotong tangan kirinya yang telah menghunjamkan pisau di tubuh Melati dan Koentoro. Ia pun memotong tangan berikut setengah lengan kirinya.

Cerita Seorang Pematung

Dinarasikan lewat narasi orang ketiga, yaitu seorang pematung bernama Gambir. Ini adalah cerita sentral dari novel ini. Gambir adalah seorang pematung berusia 27 tahun. Ia mempunyai seorang istri bernama Talyda yang terobsesi kepada kesempurnaan. Talyda sendiri adalah seorang wanita karier. Hubungan Gambir dan Talyda bisa dikatakan, aneh karena Talyda yang gampang emosi saat Gambir melupakan dirinya saat ia mempunyai sebuah kesuksesan, seperti saat Gambir yang sukses besar karena pameran patung-patung perempuan hamil miliknya, dibeli seratus persen oleh kolektor terkenal. Dibalik pernikahan mereka, tersimpan tiga buah rahasia, yakni; sebuah pintu di dalam studio patung Gambir yang dilarang untuk Gambir buka dan bicarakan oleh Talyda (Talyda mengalungkan kuncinya di leher); hubungan seks Talyda dengan pria-pria yang Gambir kenal secara rahasia dan dimotori oleh ibu Gambir, Menik Sasongko; dan kenyataan bahwa setelah Talyda mengaborsi bayi pertamanya, ia merancang sebuah perjanjian dengan klinik aborsi agar Gambir dan Talyda bisa memperoleh janin yang diaborsikan oleh orang-orang, dan dimasukkan ke perut patung-patung perempuan hamil milik Gambir agar patungnya tampak lebih hidup. Hubungan seks yang dilakukan Talyda atas suruhan Menik, ternyata dilakukan karena Menik menganggap Gambir itu gila dan ia tidak mengharapkan cucu dari orang seperti Gambir. Terungkapnya hal ini membuat Gambir marah dan membunuh semua pria yang telah tidur bersama istrinya yang kebetulan hadir disaat yang sama untuk memenuhi undangan pesta tahun baru di rumah Gambir. Akhirnya, Gambir membunuh Talyda dan mengambil kunci Pintu Terlarang. Padahal Talyda sering mengancam apabila kunci itu dibuka, segalanya akan berakhir. Dan ketika Gambir membuka pintu tersebut dengan kunci, cahaya menyelimuti dirinya dan ruang studio.

Cerita Seorang Wartawati

Dinarasikan lewat narasi orang pertama, yaitu seorang wartawatibernama Ranti. Cerita ini menjadi penjelas atau penghubung semua cerita. Ranti adalah seorang wartawati yang berumur 24 tahun, dan menjadi salah satu penulis artikel di Majalah Metropolitan, sebuah majalah yang mengkritisi kehidupan sosial. Ranti berkencan dengan seorang duda yang berprofesi sebagai seorang fotografer bernama Dion, dari pernikahan sebelumnya, Dion ditinggalkan istrinya saat sang istri melahirkan seorang anak bernama Edo yang kini usianya lima tahun. Ranti mulai terobsesi saat menulis artikel tentang seorang pria yang sakit jiwa akibat dulunya ia menjadi korban penganiayaan oleh orangtuanya dan kini dimasukkan ke sel isolasi selama 18 tahun. Kini ia berusia 27 tahun. Penelitiannya yang semakin dalam membuat sang pimpinan redaksi majalah Metropoliran, Mas Pram, sebal karena Ranti mendalami artikel terlalu jauh. Akhirnya, Ranti ingin mengadakan sebuah pesta tahun baru kejutan di rumah Dion, sampai disana ia menemukan Dion ternyata adalah seorang ayah yang menganiaya anaknya sendiri. Hal itu disebabkan Dion marah kepada Edo yang telah merenggut nyawa istrinya. Ranti tidak bisa menolong dan segera berteriak keluar. Warga sekitar rumah Dion ternyata telah mencurigai kelakuan Dion, namun tidak mempunyai bukti. Dion ditangkap polisi dan Edo yang telah dianiaya sedemikian parah, dibawa ke rumah sakit, dan meninggal. Ranti menguburkannya dan karena kejadian ini, artikel hasil penelitian Ranti terhadap pria gila itu dimajukan oleh Mas Pram yang prihatin. Ranti akhirnya mengatakan bahwa nama pria itu adalah Gambir.

Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur inkonvesional, mula-mula menceritakan kisah gambir pada umur 9 tahun, kemudian pada bab berikutnya menceritakan tentang kehidupan Gambir dalam kehidupan khayalnya, ada suatu saat menceritakan lagi tentang kehidupan Gambir pada umur 9 tahun bagaimana ia disiksa oleh orang tuanya. Dan akhirnya, menceritakan tentang Gambir yang sebenarnya dalam dunia nyata, bahwa ia adalah seorang pasien Rumah Sakit Gila yang telah mendekam dalam sel isolasi hingga umur 27 tahun. Tokoh utama dalam novel ini bernama Gambir, ia adalah seorang anak korban kekerasan orang tua, akibat kekerasan yang sering ia terima dari orang tuanya, ia mengalami gangguan mental, ia sering berkhayal. Pada akhirnya, ia tidak tahan lagi terhadap perlakuan orang tuanya, sehingga ia membunuh kedua orang tuanya. Kemudian ia diisolasi di Rumah Sakit Jiwa, dan ditempat itulah ia berimajinasi menjadi seorang pematung yang sukses.Gambir berkhayal, ia mempunyai istri yang cantik, bernama Talyda. Talyda adalah seorang wanita yang perfeksionist. Talyda adalah seorang wanita karier. Hubungan Gambir dan Talyda bisa dikatakan, aneh karena Talyda yang gampang emosi saat Gambir melupakan dirinya saat ia mempunyai sebuah kesuksesan, seperti saat Gambir yang sukses besar karena pameran patung-patung perempuan hamil miliknya. Gambir juga berkhayal memiliki ibu yang baik, bernama Menik Sasongko. Menik Sasongko adalah ibu yang selalu berkata lembut. Gambir juga memiliki kakak dan adik yang baik dalam dunia khayal Gambir, yaitu Damar dan Menur. Tetapi itu semua hanyalah khayalannya Gambir, dalam kehidupan nyatanya, ia tidak mempunyai saudara, bahkan tidak memiliki teman. Melati, ibu Gambir dalam dunia nyata, adalah ibu yang sangat kejam. Ia sangat membenci Gambir. Tak ada rasa kasihan terhadap Gambir, begitu juga dengan ayah Gambir, dr. Koenjtoro. Kisah Gambir dari umur 9 tahun sampai umur 27 tahun yang sangat tragis ini memikat perhatian seorang Gadis bernama Ranti. Ranti adalah seorang wartawati yang berumur 24 tahun, dan menjadi salah satu penulis artikel di Majalah Metropolitan, sebuah majalah yang mengkritisi kehidupan sosial. Ranti berkencan dengan seorang duda yang berprofesi sebagai seorang fotografer bernama Dion, dari pernikahan sebelumnya, Dion ditinggalkan istrinya saat sang istri melahirkan seorang anak bernama Edo yang kini usianya lima tahun. Ranti mulai terobsesi saat menulis artikel tentang seorang pria yang sakit jiwa akibat dulunya ia menjadi korban penganiayaan oleh orangtuanya dan kini dimasukkan ke sel isolasi selama 18 tahun. Kini ia berusia 27 tahun. Penelitiannya yang semakin dalam membuat sang pimpinan redaksi majalah Metropoliran, Mas Pram, sebal karena Ranti mendalami artikel terlalu jauh. Akhirnya, Ranti ingin mengadakan sebuah pesta tahun baru kejutan di rumah Dion, sampai disana ia menemukan Dion ternyata adalah seorang ayah yang menganiaya anaknya sendiri. Hal itu disebabkan Dion marah kepada Edo yang telah merenggut nyawa istrinya. Ranti tidak bisa menolong dan segera berteriak keluar. Warga sekitar rumah Dion ternyata telah mencurigai kelakuan Dion, namun tidak mempunyai bukti. Dion ditangkap polisi dan Edo yang telah dianiaya sedemikian parah, dibawa ke rumah sakit, dan meninggal. Ranti menguburkannya dan karena kejadian ini, artikel hasil penelitian Ranti terhadap pria gila itu dimajukan oleh Mas Pram yang prihatin. Ranti akhirnya mengatakan bahwa nama pria itu adalah Gambir.

Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga diluar cerita. Pengarang sama sekali tidak terlibat dalam cerita. Pengarang menceritakan kisah tokoh yang tidak ada hubungannya dengan pengarang. Sedangkan bahasa yang digunakan dalam novel ini mudah dipahami, karna banyak menggunakan bahasa sehari-hari. Yang membuat novel ini sulit dipahami karna alur yang digunakan adalah alur inkonvesional. Jadi, bila tidak membaca dengan seksama akan membingungkan kita.

     

Diceritakan oleh Gambir lewat narasi orang pertama, mengatakan bahwa cerita pematung yang selama ini kita baca, hanyalah imajinasi semata yang Gambir ciptakan. Gambir banyak berimajinasi sebagai tokoh lain. Imajinasi tidak muncul sesuai keinginannya, ada sebuah ‘kekuatan’ yang membuat dunia Gambir menjadi dekat dengan dunia yang kejam dan kompleks. Satu-satunya hal yang ia tidak bisa ditolerir, adalah adanya sebuah pintu yang mirip dengan pintu sel isolasinya disetiap cerita yang Gambir buat. Pintu itu, dalam setiap cerita, selalu dilarang oleh sebuah tokoh cerita untuk Gambir buka. Apabila ia membukanya, Gambir akan ‘terlempar’ kembali ke sel isolasi, kembali kepada kenyataan yang menyedihkan. Namun Gambir bisa lagi menciptakan cerita lainnya, dan terkurung dalam pikirannya sendiri.

Kita diajak untuk ber-imajinasi dalam cerita ini dan terhanyut dalam keadaan yang pada akhirnya membuat terkaget dengan akhir dari cerita novel ini , walaupun memiliki 3 cerita yang berbeda namun ternyata tertuju pada satu cerita yang sesungguhnya. Tema dari novel ini sendiri lebih kepada kekerasan yang sering terjadi di dalam keluarga terutama orang tua pada anaknya , dimana sang anak nanti nya malah akan menjadi memilki gangguan moral yang bisa berakibat depresi luar biasa dan mengalami gangguan jiwa yang bisa melakukan hal-hal gila , karena dia merasa bahwa dia memiliki dunia lain yang bisa membuatnya melakukan segala hal yang dianggap tidak mungkin sehingga akan berakibat fatal nantinya.

 

Oleh : Nia Karina Tarigan

mahasiswa FIB unpad 2011

Previous Older Entries

HELLO ! PROJECT GIRL’s