Analisis Novel Pintu Terlarang Karya Sekar Ayu Asmara
Pintu Terlarang
Penulis : Sekar Ayu Asmara
Pintu Terlarang adalah sebuah novel karya Sekar Ayu Asmara yang ber genre thriller dan Psikologi . Novel ini sendiri seperti menjadi sebuah cerminan untuk sebuah keluarga , terutama sikap dan tindakan yang dilakukan orang tua kepada anaknya , apakah sudah melewati batas atau tidak . Dan menjadi pembangun agar berkurangnya bahkan musnahnya kekerasan dalam rumah tangga terutama kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya sendiri.
Cerita novel ini terbagi atas tiga cerita. Masing-masing berkaitan pada akhirnya dan ditulis secara silih berganti.
Cerita Seorang Anak
Dinarasikan lewat narasi orang pertama, yaitu sang anak, kita mendapatkan cerita tentang penganiayaan terhadap anak. Sang anak berumur sembilan tahun. Ia mempunyai ibu bernama Melati yang seorang kembang desa dan seorang ayah bernama dr. Koentoro. Mereka adalah tipe orangtua yang menganiaya anak mereka sendiri kendati sebenarnya kesalahan sang anak cukup sepele. Pernah ia dipaksa menelan kecoa, diikat di pohon dan ditumpahkan setoples penuh berisi semut merah, ditenggelamkan, ditendang, dan berbagai penganiayaan tak bermoral lainnya. Sang anak didoktrin bahwa segala perlakuan itu dilakukan karena itu adalah bentuk kasih sayang orangtua. Sang anak menjadi sosok yang penyendiri, lama kelamaan dirinya mulai sering berimajinasi bahwa ia adalah sesuatu yang bukan dirinya, agar ia tidak perlu merasakan pahitnya penderitaan. Cerita ini berakhir dengan sang anak yang di sekolahnya, diam-diam mencuri sebilah pisau di kantin sekolah dan pada malamnya, ia seperti dibisikkan oleh benda-benda disekelilingnya untuk menggunakan pisau tersebut. Sang anak akhirnya membunuh kedua orangtuanya sendiri, namun suara-suara kembali membisikannya untuk memotong tangan kirinya yang telah menghunjamkan pisau di tubuh Melati dan Koentoro. Ia pun memotong tangan berikut setengah lengan kirinya.
Cerita Seorang Pematung
Dinarasikan lewat narasi orang ketiga, yaitu seorang pematung bernama Gambir. Ini adalah cerita sentral dari novel ini. Gambir adalah seorang pematung berusia 27 tahun. Ia mempunyai seorang istri bernama Talyda yang terobsesi kepada kesempurnaan. Talyda sendiri adalah seorang wanita karier. Hubungan Gambir dan Talyda bisa dikatakan, aneh karena Talyda yang gampang emosi saat Gambir melupakan dirinya saat ia mempunyai sebuah kesuksesan, seperti saat Gambir yang sukses besar karena pameran patung-patung perempuan hamil miliknya, dibeli seratus persen oleh kolektor terkenal. Dibalik pernikahan mereka, tersimpan tiga buah rahasia, yakni; sebuah pintu di dalam studio patung Gambir yang dilarang untuk Gambir buka dan bicarakan oleh Talyda (Talyda mengalungkan kuncinya di leher); hubungan seks Talyda dengan pria-pria yang Gambir kenal secara rahasia dan dimotori oleh ibu Gambir, Menik Sasongko; dan kenyataan bahwa setelah Talyda mengaborsi bayi pertamanya, ia merancang sebuah perjanjian dengan klinik aborsi agar Gambir dan Talyda bisa memperoleh janin yang diaborsikan oleh orang-orang, dan dimasukkan ke perut patung-patung perempuan hamil milik Gambir agar patungnya tampak lebih hidup. Hubungan seks yang dilakukan Talyda atas suruhan Menik, ternyata dilakukan karena Menik menganggap Gambir itu gila dan ia tidak mengharapkan cucu dari orang seperti Gambir. Terungkapnya hal ini membuat Gambir marah dan membunuh semua pria yang telah tidur bersama istrinya yang kebetulan hadir disaat yang sama untuk memenuhi undangan pesta tahun baru di rumah Gambir. Akhirnya, Gambir membunuh Talyda dan mengambil kunci Pintu Terlarang. Padahal Talyda sering mengancam apabila kunci itu dibuka, segalanya akan berakhir. Dan ketika Gambir membuka pintu tersebut dengan kunci, cahaya menyelimuti dirinya dan ruang studio.
Cerita Seorang Wartawati
Dinarasikan lewat narasi orang pertama, yaitu seorang wartawatibernama Ranti. Cerita ini menjadi penjelas atau penghubung semua cerita. Ranti adalah seorang wartawati yang berumur 24 tahun, dan menjadi salah satu penulis artikel di Majalah Metropolitan, sebuah majalah yang mengkritisi kehidupan sosial. Ranti berkencan dengan seorang duda yang berprofesi sebagai seorang fotografer bernama Dion, dari pernikahan sebelumnya, Dion ditinggalkan istrinya saat sang istri melahirkan seorang anak bernama Edo yang kini usianya lima tahun. Ranti mulai terobsesi saat menulis artikel tentang seorang pria yang sakit jiwa akibat dulunya ia menjadi korban penganiayaan oleh orangtuanya dan kini dimasukkan ke sel isolasi selama 18 tahun. Kini ia berusia 27 tahun. Penelitiannya yang semakin dalam membuat sang pimpinan redaksi majalah Metropoliran, Mas Pram, sebal karena Ranti mendalami artikel terlalu jauh. Akhirnya, Ranti ingin mengadakan sebuah pesta tahun baru kejutan di rumah Dion, sampai disana ia menemukan Dion ternyata adalah seorang ayah yang menganiaya anaknya sendiri. Hal itu disebabkan Dion marah kepada Edo yang telah merenggut nyawa istrinya. Ranti tidak bisa menolong dan segera berteriak keluar. Warga sekitar rumah Dion ternyata telah mencurigai kelakuan Dion, namun tidak mempunyai bukti. Dion ditangkap polisi dan Edo yang telah dianiaya sedemikian parah, dibawa ke rumah sakit, dan meninggal. Ranti menguburkannya dan karena kejadian ini, artikel hasil penelitian Ranti terhadap pria gila itu dimajukan oleh Mas Pram yang prihatin. Ranti akhirnya mengatakan bahwa nama pria itu adalah Gambir.
Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur inkonvesional, mula-mula menceritakan kisah gambir pada umur 9 tahun, kemudian pada bab berikutnya menceritakan tentang kehidupan Gambir dalam kehidupan khayalnya, ada suatu saat menceritakan lagi tentang kehidupan Gambir pada umur 9 tahun bagaimana ia disiksa oleh orang tuanya. Dan akhirnya, menceritakan tentang Gambir yang sebenarnya dalam dunia nyata, bahwa ia adalah seorang pasien Rumah Sakit Gila yang telah mendekam dalam sel isolasi hingga umur 27 tahun. Tokoh utama dalam novel ini bernama Gambir, ia adalah seorang anak korban kekerasan orang tua, akibat kekerasan yang sering ia terima dari orang tuanya, ia mengalami gangguan mental, ia sering berkhayal. Pada akhirnya, ia tidak tahan lagi terhadap perlakuan orang tuanya, sehingga ia membunuh kedua orang tuanya. Kemudian ia diisolasi di Rumah Sakit Jiwa, dan ditempat itulah ia berimajinasi menjadi seorang pematung yang sukses.Gambir berkhayal, ia mempunyai istri yang cantik, bernama Talyda. Talyda adalah seorang wanita yang perfeksionist. Talyda adalah seorang wanita karier. Hubungan Gambir dan Talyda bisa dikatakan, aneh karena Talyda yang gampang emosi saat Gambir melupakan dirinya saat ia mempunyai sebuah kesuksesan, seperti saat Gambir yang sukses besar karena pameran patung-patung perempuan hamil miliknya. Gambir juga berkhayal memiliki ibu yang baik, bernama Menik Sasongko. Menik Sasongko adalah ibu yang selalu berkata lembut. Gambir juga memiliki kakak dan adik yang baik dalam dunia khayal Gambir, yaitu Damar dan Menur. Tetapi itu semua hanyalah khayalannya Gambir, dalam kehidupan nyatanya, ia tidak mempunyai saudara, bahkan tidak memiliki teman. Melati, ibu Gambir dalam dunia nyata, adalah ibu yang sangat kejam. Ia sangat membenci Gambir. Tak ada rasa kasihan terhadap Gambir, begitu juga dengan ayah Gambir, dr. Koenjtoro. Kisah Gambir dari umur 9 tahun sampai umur 27 tahun yang sangat tragis ini memikat perhatian seorang Gadis bernama Ranti. Ranti adalah seorang wartawati yang berumur 24 tahun, dan menjadi salah satu penulis artikel di Majalah Metropolitan, sebuah majalah yang mengkritisi kehidupan sosial. Ranti berkencan dengan seorang duda yang berprofesi sebagai seorang fotografer bernama Dion, dari pernikahan sebelumnya, Dion ditinggalkan istrinya saat sang istri melahirkan seorang anak bernama Edo yang kini usianya lima tahun. Ranti mulai terobsesi saat menulis artikel tentang seorang pria yang sakit jiwa akibat dulunya ia menjadi korban penganiayaan oleh orangtuanya dan kini dimasukkan ke sel isolasi selama 18 tahun. Kini ia berusia 27 tahun. Penelitiannya yang semakin dalam membuat sang pimpinan redaksi majalah Metropoliran, Mas Pram, sebal karena Ranti mendalami artikel terlalu jauh. Akhirnya, Ranti ingin mengadakan sebuah pesta tahun baru kejutan di rumah Dion, sampai disana ia menemukan Dion ternyata adalah seorang ayah yang menganiaya anaknya sendiri. Hal itu disebabkan Dion marah kepada Edo yang telah merenggut nyawa istrinya. Ranti tidak bisa menolong dan segera berteriak keluar. Warga sekitar rumah Dion ternyata telah mencurigai kelakuan Dion, namun tidak mempunyai bukti. Dion ditangkap polisi dan Edo yang telah dianiaya sedemikian parah, dibawa ke rumah sakit, dan meninggal. Ranti menguburkannya dan karena kejadian ini, artikel hasil penelitian Ranti terhadap pria gila itu dimajukan oleh Mas Pram yang prihatin. Ranti akhirnya mengatakan bahwa nama pria itu adalah Gambir.
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga diluar cerita. Pengarang sama sekali tidak terlibat dalam cerita. Pengarang menceritakan kisah tokoh yang tidak ada hubungannya dengan pengarang. Sedangkan bahasa yang digunakan dalam novel ini mudah dipahami, karna banyak menggunakan bahasa sehari-hari. Yang membuat novel ini sulit dipahami karna alur yang digunakan adalah alur inkonvesional. Jadi, bila tidak membaca dengan seksama akan membingungkan kita.
Diceritakan oleh Gambir lewat narasi orang pertama, mengatakan bahwa cerita pematung yang selama ini kita baca, hanyalah imajinasi semata yang Gambir ciptakan. Gambir banyak berimajinasi sebagai tokoh lain. Imajinasi tidak muncul sesuai keinginannya, ada sebuah ‘kekuatan’ yang membuat dunia Gambir menjadi dekat dengan dunia yang kejam dan kompleks. Satu-satunya hal yang ia tidak bisa ditolerir, adalah adanya sebuah pintu yang mirip dengan pintu sel isolasinya disetiap cerita yang Gambir buat. Pintu itu, dalam setiap cerita, selalu dilarang oleh sebuah tokoh cerita untuk Gambir buka. Apabila ia membukanya, Gambir akan ‘terlempar’ kembali ke sel isolasi, kembali kepada kenyataan yang menyedihkan. Namun Gambir bisa lagi menciptakan cerita lainnya, dan terkurung dalam pikirannya sendiri.
Kita diajak untuk ber-imajinasi dalam cerita ini dan terhanyut dalam keadaan yang pada akhirnya membuat terkaget dengan akhir dari cerita novel ini , walaupun memiliki 3 cerita yang berbeda namun ternyata tertuju pada satu cerita yang sesungguhnya. Tema dari novel ini sendiri lebih kepada kekerasan yang sering terjadi di dalam keluarga terutama orang tua pada anaknya , dimana sang anak nanti nya malah akan menjadi memilki gangguan moral yang bisa berakibat depresi luar biasa dan mengalami gangguan jiwa yang bisa melakukan hal-hal gila , karena dia merasa bahwa dia memiliki dunia lain yang bisa membuatnya melakukan segala hal yang dianggap tidak mungkin sehingga akan berakibat fatal nantinya.
Oleh : Nia Karina Tarigan
mahasiswa FIB unpad 2011